Virus Merajalela, PMII Tetap Berkarya
Juara II Lomba Cerpen dalam rangka HARLAH PMII ke 60 Tahun
Virus Merajalela, PMII Tetap Berkarya
Karya : Arina Unsiyati (Rayon Wahab Chasbullah)
Gadis itu termenung. Menatap hamparan sawah dari jendela kamarnya. Rasa bosan sudah mengganggunya karena masa isolasi yang digencarkan oleh pemerintah. Apalagi jika dibebani oleh tugas yang membuatnya semakin merasa bosan. Pun ditambah dengan perpanjangan masa kuliah daring dari kampusnya yang ia rasa sangat kurang efektif itu. Ia mulai melihat padi yang mulai menguning, menatap dengan seksama bulir padi, netranya mengerjap pelan, lantas senyum simpul terukir dari bibir manisnya. Kemudian ia mulai memejamkan mata, menikmati sepoi angin yang menerpa pelan wajahnya. Lambat laun, ia terkantuk karena semilir angin dari hamparan sawah.
“Sal? Ngapain? Kalau ngantuk, tidur aja di kasur, jangan di jendela begini.” Seseorang yang terlihat lebih dewasa berhasil menyadarkannya yang hampir saja tertidur itu.
Ya, namanya Salsa, mahasiswi cantik dengan seribu mimpinya harus rela mengurung diri di rumah demi menaati aturan pemerintah itu. Sedangkan seseorang yang memanggilnya tadi, ia adalah Retno, kakak lelaki satu-satunya. Ah, lebih tepatnya kakak satu-satunya.
“Ish, Kakak lho sukanya ngagetin aja. Lagi enak begini menikmati sepoi angin gitu, Kak,” ujarnya cemberut.
“Menikmati sepoi angin sampai membawamu hampir tertidur, begitu?” Salsa tergelak sebentar, lantas kembali menyapukan pandangannya pada hamparan padi. Sang kakak pun akhirnya mengambil duduk di samping adiknya setelah sebelumnya meletakkan secangkir kopi di atas meja.
“Kak?” panggil Salsa kemudian, setelah sekian lama terdiam dengan pikiran masing-masing.
“Kenapa?”
“Enaknya kita ngapain aja sih Kak di masa isolasi ini? Sumpah, aku beneran bosen, Kak. Dosen juga nggak main-main ngasih tugasnya, tanpa materi lagi.” Salsa mulai menggerutu.
“Hush, jangan kayak gitu, Sal. Tetap bersyukur ya, keluarga kita masih sehat-sehat saja dan Ayah pun masih bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita ‘kan?”
Gadis itu mengangguk. “Apa Kakak nggak merasa terbebani dengan skripsi Kakak juga?”
Retno tersenyum simpul, ia mengerti akan kebosanan Salsa dan juga akan ketidakefektifan kuliah daring ini.
Sama seperti halnya ia, ketika hanya tinggal memberi sentuhan akhir pada skripsinya, ia harus rela menunggu wisuda sampai semester depan. “Ya mau gimana lagi, Sal. Memang sedang seperti ini yang terjadi. Intinya, kita tetap lakukan seperti apa yang seharusnya. Misalnya, kamu ada kuliah jam tujuh, ya kamu harus tetap dong bangun pagi, mandi, siap-siap, seakan kamu benar-benar akan kuliah, tapi ini beda caranya.”
“Kenapa harus semacam itu, Kak?” tanyanya polos.
“Hanya supaya kamu nggak bermalas-malasan saja, Sal.” Gadis itu mulai mengangguk.
“Eh, Sal,” panggil Retno kemudian.
“Hmm?” Gadis itu hanya bergumam.
“Seandainya kuliah tetap masuk dan kampus tetap aktif, di akhir pekan ini kamu ada acara apa?”
Salsa Nampak berpikir sejenak, lantas menghembuskan napasnya kasar. “Seharusnya ini ada PKD, Kak.”
“Lantas?”
“Ya, pihak Komisariat memundurkan jadwalnya sampai batas waktu yang belum ditentukan. Gara-gara pandemi ini. Salsa kan jadi tambah sebel kalau gini.” Gadis itu mulai merajuk.
“Eh, Sal. Ingat! Nggak boleh kayak gini, oke?” Salsa kembali mengangguk, lebih memilih membisu untuk beberapa saat.
“Sal, diem mulu. Masa dari tadi Kakak yang cari topik sih, bahkan topik pun nggak cari Kakak lhoh, Sal.” Retno berusaha mencairkan suasana.
Salsa tergelak, lantas memukul pelan lengan Kakaknya. “Apa sih Kakak nih, nggak jelas banget, deh.”
Retno tergelak sebentar. “Sal, Kakak punya usulan nih.”
“Usulan gimana Kak?” ujarnya antusias.
“Liburanmu harus lebih produktif.”
Salsa memicingkan alisnya. “Caranya?”
“Jadilah calon kader PMII yang multi talenta. Jadi, diwaktu seperti ini, kamu bisa mengasah beberapa keterampilamu, atau berlatih ketrampilan baru. Mengasah pikiran agar lebih bisa aktif dalam diskusi lain waktu, bukan hanya sebagai pendengar saja.
Selain itu, kamu usul pada panitia, minta untuk agar tetap mengadakan diskusi, meskipun secara online, baik dari grup atau panggilan video. Atau kamu bisa lihat Google atau YouTube tentang seluk beluk PMII, atau tentang Nahdlotul Ulama. Bisa juga kamu menambah dan memantangkan materi untuk mengikuti PKD yang lebih keras daripada mapaba itu, Sal. Itu jelas lebih berguna daripada nonton film, nonton YouTube yang nggak jelas, bahkan Tik-Tokan itu. Jadi, seenggaknya meskipun ini virus merajalela, kamu sebagai anggota dan calon kader PMII harus tetap berkarya, katanya pergerakan? Harusnya tetap berkarya, Sal. Meskipun hanya karya sederhana yang kamu kerjakan..” Retno menjelaskan panjang lebar.
Salsa mengangguk setuju, lalu ia terlihat bingung.
“Lalu? Waktuku buat bantu Ibu kapan, Kak?”
Retno memutar bola matanya sebentar, mengingat kenapa Salsa tidak berpikir terlebih dahulu. “Ya lakuin itu semua disela-sela waktu kosongmu setelah kuliah daring dan membantu Ibu, sayang,” ujarnya gemas.
Gadis itu mengangguk setuju. “Bener juga ya, Kak.”
“Nah, itu.”
“Aku bahkan sangat merasa ini nggak produktif sama sekali. Kegiatan cuma rebahan, ngerjain tugas, main ponsel, makan, tidur. Ya Allah, kuliah mahal-mahal cuma dibuat kayak gini aja. Mana nggak efektif lagi. Tapi berkat sarannya Kakak, kayaknya aku bakal nemuin cara biar ini jadi lebih produktif dan nggak sia-sia.” Wajah cerah Salsa menghiasi setiap ucapannya.
Baca Juga : Peran PMII di Tengah Pandemi Covid-19
Baca Juga : Peran PMII di Tengah Pandemi Covid-19
Gadis itu lantas segera bangkit dari duduknya. Membuat Retno seketika bingung melihat tingkah adiknya itu. “Mau kemana, Sal?”
“Ke kamar, Kak?” ujarnya santai.
“Ngapain?”
“Mau nonton drama korea.” Langkahnya mulai menjauh dari Retno.
“Lhoh, heh? Katanya mau liburan yang produktif? Kok malah nonton korea?” Retno sedikit berteriak.
“Liburan produktifnya besok saja, Kak. Mau nonton dramaku dulu,” ujarnya berteriak, lantas terdengar suara pintu kamar yang tertutup.
Retno menggelengkan kepalanya melihat tingkah aneh adik satu-satunya itu.
“Terus saja besok-besok, ujung-ujungnya juga nanti cuma nonton film, ngerjain tugas, rebahan, bahkan sampai masa daring selesai pun begitu. Dasar. Salsa Salsa,” ujarnya lirih, kemudian menyesap kopinya yang kini hanya meninggalkan ampas di dasar gelas sambil mulai memperhatikan sang surya yang mulai beranjak ke arah barat.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ARINA UNSIYATI
NIM : 30201900003
Fakultas / Prodi : Teknik / Teknik Sipil
Rayon : Wahab Chasbullah
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa cerpen dengan judul : “Virus Merajalela, PMII Tetap Berkarya”
Yang saya ajukan dalam Lomba Menulis Cerpen oleh Rayon Wahab Chasbullah Komisariat Sultan Agung adalah cerpen saya yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya di media manapun, dan belum pernah diikutsertakan dalam perlombaan/kompetisi sejenis, dan/atau tidak pernah digunakan untuk media komunikasi apapun, serta bukan hasil dari plagiat.
Apabila pernyataan saya tersebut diatas dikemudian hari tidak benar, saya bersedia dituntut sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 17 April 2020
Yang Membuat Pernyataan
ARINA UNSIYATI
Komentar
Posting Komentar